Ilusi Sepasang Rubah

Mulutku terbuka dan terbata-bata, ada yang hendak keluar namun tercekat di tenggorokan. Untuk itu aku menutupnya dengan kedua tangan. Mataku membelalak dan airnya hampir tumpah. Guncangan pada jantungku membuat adrenalin berdesir hebat. Kakiku gemetar, kurasa kini tubuhku hendak roboh.

Aku benar tak dapat percaya apa yang kulihat dengan kedua pandanganku. Udara dingin mengecup pipi, menghantarkan bau kabut dan semilir tetesan air yang halus. Darahku mendidih dibalik kulit yang terbalut dua lapis jaket. Jaketku dan jaket milikmu, baumu, aromamu.

Kurasa hangat melingkupi, rupanya kau mendekap dari belakang.
Kita berdua di depan lukisan Tuhan Maha Sempurna. Di depan hamparan danau yang terbentang sejauh mata memandang. Yang dibelakangnya terdapat gunung-gunung kokoh menghujam tanah yang sama kita berdiri. 

"Inilah janji yang harus kutepati, saat kau bertanya, mungkinkah aku membawamu menuju tempat yang mustahil dijangkau oleh indera. Sebuah surga di bumi yang disisakan Tuhan untuk kita nikmati dalam ketidakberuntungan hidup." bisikmu.

Aku menangis dan menyisakan sesak dalam hati. Setelah mendengar sesenggukan, pelukanmu makin erat. Aku tak ingin lepas. Aku tarik pergelanganmu sekencang mungkin.

"Inilah yang takkan pernah bisa dibeli oleh manusia, namun Tuhan memberikannya tanpa syarat. Ia melihat dari atas, membiarkan kita larut dalam kekaguman yang hampir mustahil untuk dilupakan." balasku haru. Kurasakan kau menerawang jauh ke depan.

"Jika bumi saja seperti ini, aku tak yakin mampu masuk ke dalam surgaNya. Bahkan untuk menengadahkan wajah."  

Aku tersenyum dalam beku, "Biarkan kita tetap jadi sepasang rubah. Berusaha semampu kita mencoba tantangan dan mencari makna seutuhnya. Seperti ini saja selama Tuhan menggariskan takdir untuk dilalui."

Aku bersenandung lirih untuk suamiku disaat tangis menjadi sesuatu yang indah. Hidungnya menempel pada pundakku, mungkin mulai terlelap dibuai alam. Kuhargai setiap detik kehadiran kami disana. Momen teramat istimewa untuk hari ini dan berikutnya. Berdua memahami karya Sang Pencipta di tengah dialog yang tak temu ujungnya.

4 comments:

Unknown said...

Aku menikmati setiap racikan diksi-nya yang berbalut romansa. Entahlah... namun menurut saya indah...

naya said...

wets, kereeen Ran. Request, bikin novelmi :)

Unknown said...

Mari coba bercerita tentang cinta tanpa harus berurusan dengan kisah-kisah pasar yang memuakkan. Toh esensi cinta begitu dalam dan luas.


Terima Kasih ^^

Unknown said...

Cocok ka` jadi penulis novel romansa kah? ada ji yang mau baca? Hahahaha... harus pi pergi bertapa dulu ini kak, 30 hari baru keluar jadi novel..

Ran Jiecess

Twitter @Jiecess

About

a freelancer who think she isn't cool enough to be everything yet.