Dream Comes True : Umra Part II

penampakan Mesjid Nabawi dari depan Hotel
















Kata orang, Arab itu panas. Tapi saya belum bisa ngebayangin, segimana rasanya dipanggang suhu 42 derajat. Dan, "wow!" Memang (banget), ketika keluar dari pesawat, sekonyong-konyong udara panas bertiup ke wajah saya. Mungkin kayak lagi duduk di depan oven, trus buka deh ovennya. Penglihatan menguning, ato karena suhu yang membuat daratan kelihatan over-heat. Rasanya pengen balik ke pesawat. 

Untungnya kami langsung masuk ke dalam bus untuk kemudian diantar ke bagian imigrasi (bandara Medina ga bertingkat, jadi ga bisa langsung dari pesawat masuk ke dalam gedung terminal). Disini saya mulai ngikik, petugas-petugas arab yang biasa dilihat di Indonesia, mulai bertaburan. Dan semuanya laki-laki. Bukan ngikik geer ato apa, tapi mengingat citra mereka yang saya bawa dari Indonesia, tentang senangnya para Arabian ini menggoda perempuan, dengan rambut klimis dan kaca mata hitam model jadul. Dan sayangnya saya salah kostum, malah pake jeans. Yang lain pake gamis, akhirnya nyesel deh. Pengen ngumpet dibalik mukena, tengsin! Dengan segera memasang masker sebagai kedok agar wajah gak dikenali. Habis, menurut survei saya, mereka tu suka ngeliatin kita lama sambil senyam-senyum genit. Kalo barangnya gak kita tarik, sengaja ditahannya. Idih. Entah apa yang ada di kepala mereka, jadi mending cari aman. Nanti ada kok alasannya kenapa mereka suka gitu, apalagi ke jemaah perempuan Indonesia.




















Naik bus, setelah melewati prosedur yang agak ribet, plus gangguan para penjual pulsa yang jago ngerayu ibu-ibu untuk beli kartu provider arab, kami berangkat menuju Hotel di Madinah. Sepanjang jalan, kelihatan lah betapa royalnya orang-orang Timur Tengah ini. Toko furniture dan karpet semegah dealer mobil bersusun dari ujung ke ujung. Tapi sepiiiiiii... Apa mungkin siang hari jadi orang-orang pada males keluar. Yang kelihatan hanya mobil-mobil mereka terparkir di trotoar jalan. 

Maklum, saya tiba persis sebelum waktu ashar (diatas pesawat selama 9 jam kelihatannya terang mulu di jendela). Mundur sekitar 4 jam lah dari waktu Indonesia. Sekitar 45 menit perjalanan, akhirnya kami tiba di tempat yang ditunggu-tunggu. Kalau kamu nanya gimana rasanya melihat Mesjid Nawabi untuk pertama kalinya, saya gak akan mikir untuk menjawab : UNSPEAKABLE! Nyesek banget, diantara percaya ga percaya, sampe nyuruh kakak saya nyubit, seriusan ga sih sekarang kita ada di Madinah?!

Habis mandi, bersamaan dengan suara adzan ashar yang berkumandang, kami segera loncat bergegas dari lantai 11 ke lantai dasar. Nunggu lift aja lama, sampe di mesjid, orang-orang mulai berdesakan masuk. Ribet ya karena pake acara pemeriksaan lagi. Ga dibolehin bawa hape berkamera masuk ke dalam mesjid (ruangan pria dan wanita kebetulan dibedain). Ya, walau segitu-gitu aja, digrepe-grepe askar bercadar, toh banyak juga yang kedapatan melanggar (nanti ada pengalaman khusus untuk itu). Sholat pertama di Mesjid Nabawi, saya ga perlu malu-malu nangis kenceng (tapi mode silent). Beeeeeda banget dengan sembahyang di mesjid Indonesia. Semua orang dari suku, ras, bangsa, warna kulit, bentuk mata, ada! Dan kerennya mereka semua datang untuk satu tujuan : 

IBADAH!

to be continued...

0 comments:

Ran Jiecess

Twitter @Jiecess

About

a freelancer who think she isn't cool enough to be everything yet.