Kasir

Dulu saya pernah bercita-cita menjadi seorang kasir di swalayan.

Bagi banyak orang mungkin terdengar aneh, kenapa ada seorang anak yang ingin menjadi kasir? Kenapa bukan jadi dokter? Kenapa bukan jadi pilot? Kenapa bukan jadi insinyur?

Pada saat itu, saya hanya ingin menjadi seorang kasir. Ya, seorang kasir... (sampe diulang 3x)

Ada apa gerangan? Ternyata dulu, ketika pertama kali saya mengunjungi Makassar (saat masih tinggal di Maumere) umur saya mungkin sekitar lima atau enam tahun, mama dan temannya mengajak saya jalan-jalan ke sebuah pusat perbelanjaan bernama MAKASA. Makasa yang belakangan saya ketahui terletak di daerah Panakukkang itu, adalah pusat perbelanjaan terbesar yang penah saya temui. Saking ndeso-nya, saya terkagum-kagum dengan isi Makasa itu dan juga pertama kali saya berbelanja di supermarket (kalau di Maumere kami belanjanya di toko grosiran). Rasanya enak sekali, dingin.. Tidak seperti toko di Maumere, paling banter kipas angin. 
Barang-barang dipajang begitu saja, berbagai macam makanan, minuman, snack, cokelat, soda,.. ah! Rasanya tidak tahan, tapi yang saya lakukan hanya memegang tangan mama saya,.. 

takut hilang.

Nah, ketika barang kami hendak dibayar, maka saya memperhatikan sebuah benda berbentuk pistol tapi moncongnya sangat pendek, yang mengeluarkan sebuah sinar merah, yang ketika diarahkan ke bagian belakang barang, akan berbunyi, "TIT!"
source : discountid.com
Setelah itu, harga tertera di sebuah layar kecil dan yang paling saya suka ketika mesin uang bekerja, sebuah laci otomatis keluar dari tempatnya dan berbunyi, "CRING!".

Saat itu saya langsung bercita-cita ingin menjadi kasir. Sederhana saja. Sayangnya Makasa sudah lama terbakar sejak kami pindah ke Makassar, jadi saya tidak akan pernah bisa bernostalgia mengingat kenangan ini. Berdiri di dekat kasir dan mendengar bunyi-bunyi yang sama.


0 comments:

Ran Jiecess

Twitter @Jiecess

About

a freelancer who think she isn't cool enough to be everything yet.