The Pianist (Based True Story)


Demikian yang tergambar dalam film ini, The Pianist.
Nontonlah jika anda tahan melihat adegan pembantaian yang keji pada orang-orang yang tinggal di Ghetto (camp pengungsian yahudi).
Saya aja berapa kali bergidik karena kesan yang muncul adalah Nazi memang sadis.

Wladyslaw Spilzman adalah seorang pianis keturunan Yahudi yang bekerja di sebuah stasiun radio di Polandia. Ia menikmati kehidupan dan pekerjaannya. Malah ia sempat jatuh hati kepada sepupu rekannya, seorang gadis muda pemain Cello yang kebetulan merupakan fans-nya.

Tapi sebelum mereka menjalin hubungan, Polandia, tepatnya di ibukota Warsawa, Tentara Nazi Jerman menyerang dan mengambil alih kehidupan para penduduk Yahudi yang tinggal disana. 
Pada awalnya mereka hanya disuruh mengenakan pita putih bergambar lambang daud di lengan baju mereka. Tapi disini mulai terlihat perlakuan rasis. Orang Yahudi tidak diperbolehkan masuk ke restoran, duduk di taman, dan harus berjalan di sisi jalanan, bukan di trotoar. 

Kemudian penduduk Yahudi ini dipisahkan, ditempatkan di Ghetto, layaknya tinggal di "dunia lain". Terpisah dari peradaban dan diperlakukan semena-wena oleh tentara Nazi. Setiap hari ada saja mayat yang tergeletak di jalan, entah mati karena kelaparan, atau tewas dipukuli karena mencuri. Disinilah perasaan anda akan dimainkan. Tapi memang masuk akal, orang-orang sangat egois karena mereka sendiri berjuang untuk bertahan hidup. Berbagilah, tapi anda yang tidak makan.

Setiap malam bagaikan mimpi buruk. Tentara bisa datang setiap saat dan menembaki orang-orang bahkan satu keluarga yang mereka inginkan. Jangan kaget, akan ada sebuah adegan dimana Tentara Nazi melempar keluar seorang kakek tua dengan kursi rodanya dari balkon flat. Saya sampai melotot, "Busett.. kejam gileee...". Kemudian menyuruh anggota keluarga berlari dan menembaki mereka satu persatu dari belakang. Lalu dilindas lagi sama mobil.

Atau disuruh tiarap (atau menghadap ke tembok) trus ditembakin satu-satu.

"Ihhh.. jangan liat deh kalo gak tahan.. bisa-bisa anda yang histeris. Yang namanya kepala berlubang karena ditembak (diliatin langsung), sudah biasa di film ini..."

Banyak kekejaman Nazi yang disaksikan oleh Spilzman, yang membuatnya sering menangis sendirian (saya yakin saya bisa lebih stress kalo jadi dia). Ya.. bisa dibilang emosi kita diobok-obok.

Bayangkan saja di depan anda ada perempuan tua yang buburnya direbut oleh seorang pengemis tua, kemudian tidak ada yang menolong perempuan itu, akhirnya panci jatuh ke tanah dan buburnya berserakan. Dengan tragisnya, pengemis itu tiarap ditanah, mengumpulkan dan menyeruput bubur yang sudah kotor itu karena kelaparan. Si perempuan tua hanya bisa menangis dan memukuli lemah si pengemis dengan topi karena frustasi (Saya juga frustasi nontonnya..).

Belum lagi sebelum akhir cerita, Spilzman yang terkaget-kaget melihat bangunan di Warsawa yang lebih tampak seperti Kota Hantu. Tidak ada orang dan tanda-tanda kehidupan.
Ia sendiri berhasil lolos dari Ghetto, walaupun semua anggota keluarganya digiring entah kemana, dan seorang temannya berkata saat mereka sedang makan siang (menjadi buruh bagi tentara Nazi), "Kereta yang membawa penuh sesak orang-orang Yahudi ke sebuah tempat, selalu kembali dengan keadaan kosong. Mereka memusnahkan kita.". 

Tak heran kalau Spilzman menangis mendengarnya.

Keluar dari Ghetto belum tentu bernasib baik. Spilzman disembunyikan oleh teman-teman Polandianya. Bagaimana ia disuruh tidur di celah belakang lemari, dikunci di flat, disuruh diam dan menunggu, makan kentang busuk dan sempat jatuh sakit sebelum akhirnya temannya datang. Mereka membawakan Spilzman makanan dan memberitahu bahwa mereka harus pindah.

Disinilah Spilzman memperjuangkan hidupnya sendiri. Mengais dapur di bangunan yang runtuh, tidur di bekas markas tentara Jerman yang diserang oleh tentara Rusia. Dan pada akhirnya, ia tidak sengaja bertemu seorang Perwira Jerman yang baik hati bernama Kapten Wilm Hosenfeld. Kaptep Hosenfeld menyukai permainan piano Spilzman dan sering mengiriminya makanan. Sebelum ia pergi, ia memberikan Spilzman mantel perwiranya, yang membuat Spilzman hampir mati ditembak tentara Rusia karena dikira Nazi.

Sayangnya Kapten Hosenfeld ikut tertangkap saat perang berakhir. Ia sempat meminta bantuan teman Spilzman yang kebetulan dibebaskan dan lewat didepannya, sayang Spilzman terlambat datang dan para tahanan dibawa ke Soviet. Kabarnya Kapten Hosenfeld meninggal disana.

Saya tidak pernah suka dengan kisah Holocaus. Tapi film ini mengajarkan banyak hal kepada kita. Ambillah banyak pelajaran di dalamnya.

Nonton juga  (terkait Holocaus) : Anne Frank dan Life is Beautiful.
Nanti saya bikinin juga reviewnya. 

0 comments:

Ran Jiecess

Twitter @Jiecess

About

a freelancer who think she isn't cool enough to be everything yet.