Jumat Keramat 11 April 2008


Jum’at pagi yang cerah, tepatnya 11 April 2008 sekitaran pukul 09:00 AM, Pica memarkir motornya di depan rumah Ran karena sudah janjian mau berangkat bareng ke rumah Madi’ untuk persiapan UAS Praktek Seni Tari Tradisional. Lalu muncullah sosok yang ditunggu-tunggu Pica. Ran yang saat itu memakai celana training dan jaket berlari ke arah Pica. Formasi pun berganti, Ran menjadi pengemudi karena dia yang tau letak rumah Madi’.
Mereka berangkat dengan santai tanpa memprediksi kejadian apa yang akan menimpa mereka seharian itu. Akhirnya mereka sampai di kawasan Tello, kawasan rawan macet yang dilengkapi dengan tugu Adipura ditengah jalan beserta lampu lalu lintas dan pos polisi + polisinya disekitar tugu tersebut.
Setelah melewati lampu merah, seujug-ujug muncul lambaian tangan yang membuat Ran terpaksa menepi. Bagaimana tidak, yang melambai polisi kok. Hehehehe,.. Akhirnya Ran menepi di dekat pos polisi. Beberapa detik setelah menepi tiba-tiba mereka menjadi kaget, panik, deg-degan, bingung, pokoknya campur aduk lah... karena kunci motor yang pada saat berangkat masih berada ditempat seharusnya
–HILANG- secara misterius entah jalan-jalan kemana. Parahnya lagi... STNK yang menyertai kunci “dalam damai” tersebut IKUTAN HILANG!!!!!!!!
Setelah beberapa saat berpanik-panik ria diluar pos, si Pak Pulisi memanggil mereka untuk diproses didalam pos tersebut. Dengan semena-mena, Ran dituduh melanggar lampu lalu lintas meskipun Ran tidak merasa melakukannya. (Ran, “SUER! Emang tuh polisi, dasar aja lagi nyari mangsa. Orang gw belom lampu merah kok nyelonongnya. Mentang-mentang gw motor paling belakang..”). Keluarlah dua buah pertanyaan keramat Pak Pulisi,
“STNK? SIM?” dengan wajah yang sangat tidak bersahabat dan licik. Mereka tambah panik lagi, apalagi Pica yang emang si pemilik motor tau kalau Ran tidak punya SIM. Ran yang deg-degan dari tadi menjawab,
“Gimana ini, Pak? Saya juga bingung, masalahnya STNK-nya hilang sama-sama kuncinya. Kan di gantungan kuncinya itu disimpan STNK-nya, baru ada juga SIM-ku dalam situ.” (Padahal emang ndak punya SIM-Wekekek!) dengan ekspresi sangat panik gara-gara “kehilangan SIM” superduperextramega darurat ketimbang ditilang.. (Ran, “Untung gw punya bakat akting dikit.”)
Alkisah, dimulailah interogasi, “Aduh, bagemana kalian ini? Sudah melanggar lampu merah, STNK tidak ada, SIM juga tidak ada. Lain kali harus hati-hati. Kenapa bisa hilang seperti itu? Kalo gitu panggil saja bapak kalian. Telepon, suruh kesini.” Mendengar kata ”Bapak”, mereka jelas punya jawaban. Ran ngomong,
“Aih Pak, kerja ki diluar kota.” (Kalo yang ini beneran).
Pica juga jawabannya sama, “Iya, Pak. Ada ki di Surabaya sekarang.” (Ini juga beneran). Untungnya Pak Pulisi tidak nanya soal ibu, soalnya kalo yang ini orangnya ada di Makassar. Trus Pak Pulisinya nyambung lagi pura-pura bersimpati, sambil minta tanda tangan (bukan artis tentunya) plus mengisyaratkan kemenangan, kita gak bakal bisa ngelak..
“Memangnya kalian mau kemana?”
Ran, “Pak, kita buru-buru mo ke rumah teman. Sebentar siang ada ujian, jadi begitulah… Aduh, bagaimana kunci motornya, Pak? Motornya kan gak bisa mati..” sambil mengalihkan pembicaraan seraya berusaha memancing belas kasihan Pak Pulisi. Xpica juga kelihatan panik-sebenarnya bukan apanya.. pulang ngambil kunci serep, apalagi ngurus STNK itu loh… males! 
Akan tetapi, sayang beribu sayang, karena tidak bisa menunjukkan identitas kendaraan selain KTP, mereka kena tilang Rp 51.000 (Ini sudah terjadi tawar-menawar antara kedua pihak. Saat itu kita bego aja mo bayar segitu mahalnya. Mo gimana lagi,.. First time gitu loh.. Meneketehe.. daripada orangtua dipanggil.) Berhubung mereka pelajar yang lebih sering kere ya akhirnya patungan. Setelah membayar tilang, Pica yang memiliki SIM mengemudikan motor yang ternyata tidak mati meskipun sudah dibiarkan cukup lama diluar pos kembali ke perumahan Ran dan menuju kantor polisi untuk mengurus surat kehilangan (sambil mengutuk-merutuk-menyumpahserapah tuh Pulisi setelah lambaian tangan perpisahan).
Sesampainya di kantor polisi mereka dipersilahkan kembali ke rumah karena para polisi masih sibuk. Ada pengarahan apaaa gitu. Keluarlah berbagai macam komentar mengenai kejadian yang baru saja menimpa mereka saat mereka ada diparkiran motor. Tiba-tiba Ran teringat kalau dia lupa meminta surat tilang yang rencananya akan dilaminating dan disimpan sebagai kenang-kenangan hari bersejarah mereka. Ran yang kehabisan uang saku kembali ke rumahnya untuk minta uang saku dengan alasan uang sebelumnya hilang (padahal dipake buat bayar tilang). Setelah itu mereka melanjutkan perjalanan ke rumah Pica untuk mngambil kunci cadangan sekaligus menjelaskan pada ibunya Pica tentang apa yang menimpa STNK dan kunci motor. Hasilnya, si ibu ngomel-ngomel dan ngambek.
Kembali ke kantor polisi, tapi sesampainya disana malah di suruh pulang lagi ngambil fotocopy BPKB. Balik lagi deh ke rumah Pica buat ngambil tuh barang, karena copy-annya tidak ada, mereka singgah ke tempat fotocopy dan kembali lagi ke kantor polisi (secara- bensinnya itu loh..). Mereka berdua di persilahkan duduk untuk menunggu dipanggil. Ada banyak hal yang mereka ungkapkan ketika menunggu. Tapi, Pica merasa aneh, serasa ada yang menatapnya. Tanpa pikir panjang Pica menoleh kearah penjara yang berisi segerombolan tahanan pria jahat. Tak salah lagi, firasat Pica benar, seorang anak muda yang entah ditahan karena kasus apa memandang Pica kemudian main mata alias mengedipkan sebelah matanya dengan genit kearah Pica. Refleks Pica menoleh ke arah Ran menghindari adegan kontak mata yang dramatis dengan tahanan tersebut dan menceritakan peristiwa tersebut kepada Ran. Otomatis Ran ketawa mendengarnya.
Didepan mereka lewat seorang polisi bernama Edita. Nama Edita mengingatkan mereka pada teman sekelas mereka yang bernama Tyar alias Tyara, Abid alias Abida, dan Aspin alias Aspina. Mata Ran yang jelalatan “selalu mencari sesuatu untuk dihina, dikomentari dan ditertawakan” kini menatap sejurus seorang petugas yang sedang memegang stempel.
“Pica, liat ko itu bapak. Tipenya Wahyu banget.” Haha, ternyata petugas itu BAB (Big Ass Booo). Setelah Ran puas menertawakan petugas stempel tersebut, matanya kembali menatap foto kepala polisi yang dipajang di dinding. Ran dan Pica ketawa setelah menyadari bahwa pose kepala polisi tersebut sangat tegang, seperti Charlie Caplin, dan kumisnya seperti dipoles dengan minyak rambut sehingga terlihat sangat solid diwajah polisi tersebut. (Ran, “Kok bisa foto gitu dipanjang? Ga ada wibawa sama sekali juga. Merendahkan image aja..)
Setelah menunggu untuk waktu yang sangat lama, mereka berdua akhirnya dipanggil ke ruang laporan kehilangan dan dipersilahkan duduk. Ran kembali menyadari ada sesuatu yang tidak biasa dengan ruangan tersebut. Jam dindingnya dong.... WESTLIFE... Walaupun Ran sempat berpikir Mark terlihat cute (sambil bernostalgila- that`s MORE THAN WORDS to said), tapi Ran langsung jadi ilfil karena ingat si Mark itu biseks.
Dan bikin kaget, ternyata pak Pulisi-nya masih ingat sama nomor kendaraan DD 203* ** karena kasus yang sama-STNK yang hilang. Bicaranya juga amat sangat medhok Jawa asli. Setelah si Pulisi ngomel-ngomel, mereka diminta membayar Rp 20.000 sebagai biaya administrasi.
Setelah surat kehilangan jadi, mereka melanjutkan perjalanan penuh rintangan mereka ke rumah Madi, tujuan awal mereka. Sesampainya disana, Ran dan Pica dipaksa memakai KUTEKS!!! Ran sama Pica? Pakai kuteks? What? Nooooooooo!!!!! Pica dapat kuteks merah sementara Ran mendapat kuteks hijau. Ampuuun.... Karena adanya kuteks yang menghiasi jari-jari mereka, mereka terinspirasi membuat high 5 jenis baru!!!! Setelah mereka asik bercanda mereka melanjutkan berjalan kaki ke salon bersama anggota kelompok lainnya yang ternyata letaknya amat sangat jauh sekali.
Di salon ini, segala macam properti dan kostum telah disiapkan. Mereka kemudian dirias. Pica dan Ran yang sangat tidak suka make-up merequest untuk dirias seminimal mungkin dan JANGAN SAMPAI MENOR. Tetapi begitu mereka berdua berkaca. ”Astaganaga!!!!!! Menoooooorrrrrrrrrrrrrrrrrr!!!!”. Tebal dudu (banget) bedaknya, merah dudu lipsticknya, hitam dudu alisnya. Mereka serasa melihat ondel-ondel. Ran dan Pica pun mencuri-curi kesempatan untuk menghilangkan make-up mereka sedikit demi sedikit dengan tissue. Setelah selesai dengan make-up, saatnya memakai Baju Bodo, baju adat SulSel yang ribetnya ampun-ampunan. Yang paling malang itu si Ran, ibu yang memasangkan bros dibaju Ran tidak berhenti ngomong, cerewet sekali. Dan lagi, kayaknya tuh ibu lupa minum atau kumur-kumur (apalagi sikat gigi) sehabis makan IKAN! Sial bener si Ran.
Setelah selesai memakai kostum, mereka menunggu taksi yang sudah dipesan didepan salon. Tapi taksinya tak kunjung datang. Sambil merapikan kostum, mereka sekelompok berjalan kejalan yang lebih besar dan menunggu taksi yang masih juga tak kunjung datang. Sampai-sampai mereka diteriakin anak-anak yang lewat di gang kayak mau kondangan katanya. Tak dinyana, gerimis mengundang mereka untuk berteduh dibawah tenda biru yang kebetulan ada disana menambah sentimentil keadaan. Syahduuuuna..... Setelah agak lama mereka lanjut menunggu taksi dijalan yang lebih besar lagi. Dan akhirnya taksi yang ditunggu-tunggu pun datang setelah orang-orang yang lewat puas ngeliatin mereka-segerombolan wanita dengan baju bodo dan make-up super menor yang mulai luntur karena hujan deras mengguyur mereka.
Akhirnya mereka sampai di area SMAN 5 Makassar dengan hujan deras yang masih mengguyur mereka. Mereka keluar dari taksi dan berlari menuju pintu aula yang ternyata masih TERKUNCI!!! Akhirnya segerombolan anak XII IPS 1 basah-basahan diluar aula. Setelah sekitaran 1 jam menunggu, barulah pintu aula dibuka.
Karena make-up yang ada luntur, kelompok Ran dan Pica harus di make-up ulang! ALAMAK!!! Setelah itu mulailah tiap kelompok mempersiapkan berbagai macam properti mereka. 1 demi 1 kelompok menampilkan tarian tradisional. Dan tibalah giliran Pica, Ran, dkk. Semua berjalan sempurna, kecuali Pica yang sempat salah gerakan karena ngelamun.
Selesailah pertunjukan mereka!!! Ekspresi bahagia muncul diwajah Ran dan Pica yang telah mengalami berbagai macam kejadian hari itu. Tiba-tiba muncul Trio Kebodohan untuk menertawakan make-up menor mereka berdua yang anti make-up. Siapa lagi kalau bukan Tyara, Bowwow, dan Abida yang selalu melengking jika otak mereka tidak sanggup menerima suatu hal seperti matematika (dalam kasus ini, dianggap sama tidak masuk akalnya dengan aljabar). Padahal penampilan kelompok mereka sendiri sempat kacau dan menjadi heboh. (Coba kw baca blognya Tyar)
Setelah semua pertunjukan selesai, Ran dan Pica menuju toilet untuk mencuci muka tetapi airnya tidak ada!! Ya… Berakhirlah pencarian mereka terhadap air di keran yang ada didepan kantor Tata Usaha. Sialnya, Ran lupa membawa pembersih muka sehingga mereka mencuci muka seadanya saja. Tidak hanya itu, mereka berdua melupakan handuk untuk mengeringkan muka mereka. Satu-satunya cara, menggunakan manset yang sebelumnya dipakai sebagai bagian dari kostum tari. Begitu manset yang tadinya hitam dilap ke wajah yang barusan dibasuh berubah menjadi putih, pertanda betapa menornya mereka berdua.
Kembali ke rumah Madi’ untuk mengambil motor dan pulang ke rumah, kali ini Ran kembali bertindak sebagai pengemudi. Kembali melewati kawasan Tello, ada seorang polisi yang bertugas, ketika melewati polisi mereka kembali deg-degan dan merasa diperhatikan oleh polisi tersebut.... Untunglah tidak terjadi peristiwa aneh lagi.
Keesokan harinya, 11 April 2008 mereka deklarasikan sebagai Hari Sial Bersejarah.

FIN

0 comments:

Ran Jiecess

Twitter @Jiecess

About

a freelancer who think she isn't cool enough to be everything yet.