Saya adalah seorang yang berdosa
Saya manusia.
Tidak ada manusia yang sempurna, yang bersih dari ajakan melakukan dosa.
Saya selalu meyesal ketika bersalah,
Tapi lain waktu saya melakukannya lagi, lagi, dan lagi.
Saya seorang gadis delapan belas tahun.
Hidup pada zaman dimana manusia cenderung menghambakan diri pada dunia dan isinya. Saat dimana saya sulit menolak panggilan untuk bersenang-senang dan menikmati hidup. Melakukan kewajiban saya sebagai pelajar, anak, dan orang biasa.
Tapi tidak sebagai seorang hamba.
Dan saya sangat sedih menyadari hal ini. Ketika saya tahu sangat susah mendapatkan seorang yang bisa menarik saya keluar dan melihat keadaan dunia yang sebenarnya.
Orang-orang yang cerdas dan brilian itu, mereka sudah tiada, beratus-ratus tahun, bahkan berabad-abad lalu.
Saya tidak bisa mengandalkan siapa-siapa lagi, kecuali diri saya sendiri.
Saya berusaha berpikir bagaimana caranya keluar dari era orientalisme ini?
Siang hari di Bandung di awal Mei 2009, panas dan pengab. Kipas angin berputar-putar pelan, tidak sanggup meredakan rasa muak yang meletup-letup dari balik organ yang saya miliki. Kepala saya berdenyut-denyut tidak karuan, seandainya bisa diibaratkan, saya sedang berada di sebuah gurun pasir yang begitu menyengat. Sementara itu, saya pun bingung hendak kemana. Kaki ini enggan melangkah kedepan, atau kebelakang, karena saya tidak tahu apa yang sedang berlangsung. Saya tidak mau melakukan sesuatu yang tidak pasti, sementara sudah tidak ada kepastian di dunia ini, kecuali suatu hal yang saya percayai, -Tuhan pasti tidak berbohong.
Perlahan-lahan kepala saya terasa berat. Dengungan VerticalHorizon-Best I ever had, juga tidak mampu mengecilkan volume penat yang saya derita. Ini penderitaan, dan saya memutuskan untuk menulis apa saja yang saya ingin tulis.
Lalu Beyonce-If I were a boy,.. tidak perlu mengandai-andai saya akan menjadi apa. Karena jauh sebelumnya saya tahu apa yang harus saya lakukan, tapi saat-saat membingungkan seperti ini tak pelak sering terjadi. Saya tidak menyesali keputusan, tapi toh saya masih berpikir apalagi yang harus saya lakukan, dan darimana saya harus memulai.
Saya takut tidak punya cukup waktu untuk itu.
Saya tertahan oleh persepsi bahwa keterbatasan menghalangi banyak jalan. Seharusnya saya tidak berpikir seperti itu. Tapi memang, godaan dunia itu begitu besar. Saya bisa saja mengatakan, bahwa ITU HANYA PERASAAN SAYA. Ketika saya mengatakan bahwa godaan dunia kecil-kecil saja, maka akan menjadi kecil-setidaknya itulah yang dikatakan oleh buku-buku pembangkit moralitas yang banyak beredar di pasaran.
Sayangnya saya lupa, kapan terakhir saya menggunakan perasaan? Yang ada di otak saya sekarang adalah kebenaran logika. Tapi Tuhan masuk dalam area itu, bagi saya. Tuhan ada untuk dipercaya, sama halnya kata-kata dibuat untuk dipegang.
Saya tidak perlu belanja dan have fun segila-gilanya seperti remaja-remaja lain. Untuk apa menghambur-hamburkan uang yang bukan milik saya? Toh kalau pun saya yang memiliki uang-uang itu, pasti lebih baik digunakan untuk menolong orang lain.
Karena saya muak, terlalu banyak orang miskin.
Tapi lebih banyak lagi orang yang tidak tahu berbagi dengan mereka.
Terlalu banyak orang bodoh, dan saya belum mendapatkan cara untuk memberitahu mereka apa yang harus dilakukan.
Apakah karena saya masih begitu muda untuk mereka? Mungkin apa yang saya katakan hanyalah sebuah lelucon bagi mereka.
Saya rasa saya sudah banyak belajar, tapi tetap butuh belajar hingga saya mati. Tapi saya belum menemukan cara yang tepat untuk memanfaatkan pelajaran yang saya ambil itu. Setidaknya, sambil belajar, saya bisa mengajar. Dan mengajar itu tidak berarti lebih tahu daripada yang diajar. Semua orang adalah guru, dan semua tempat adalah sekolah. Semua hal adalah pelajaran.
Saya bisa menulis apa saja yang muncul di otak saya,
Saya bisa menggambar apa saja yang saya bayangkan,
Saya bisa menyanyikan lagu-lagu yang saya sukai,
Saya bisa menjadi orang yang saya kehendaki,
Saya bisa memusnahkan kata “TAPI”,
Saya melakukan hal yang harus saya lakukan.
Tidak ada batasan apa yang saya inginkan, dan yang saya inginkan sekarang adalah menjadi orang yang luar biasa. Tidak perlu orang menyadari betapa penting kehadiran saya, karena yang saya inginkan hanyalah dihargai. Tidak perlu penghargaan yang besar, karena memang saya belum melakukan apa-apa.
Hahahahahaha.
Dan jangan menganggap saya gila hanya karena saya tertawa di tengah paragraf.
Saya muak kenapa Indonesia memiliki banyak orang-orang tidak berguna. Saya muak kenapa para veteran begitu dibuang sementara mereka dulu begitu memperjuangkan tanah yang kita ludahi sekarang!!! Berpasrah pada kematian, dengan harapan sebuah kehormatan mengorbankan nyawa kepada bangsa yang tidak tahu balas budi.
People, what I should do?!
Memang, saya suka bahasa Inggris, dan saya ingin berpindah kewarganegaraan karena moral saya pun jauh-jauh dari moral bangsa Indonesia . Saya hanya berpikir bagaimana berterimakasih kepada bangsa bejat ini untuk masa kecil dan masa muda yang,.. Unspeakable.
Ya, tidak semua orang Indonesia itu bejat sih. Masih ada orang baik, tapi mereka terlupakan dan kalah dari orang-orang yang licik dan abdi setan abadi.
Tenang saja. Saya masih waras kok. Saya hanya sering berdebat dengan diri saya yang lain. Jadi kadang-kadang bicara dan marah-marah, bahkan tertawa sendiri.
Walaupun kadang-kadang, saya berasumsi yang menentukan waras-tidaknya seseorang hanyalah masalah interpretasi.
Kalau saya betul-betul gila, itu salah dunia. Dunia yang membuat saya seperti ini. Saya adalah anak didik dari apa yang saya lihat, dan apa yang saya alami. Tapi, saya kan masih punya otak, dan masih berTuhan, jadi selama itu, saya rasa saya masih waras-waras saja.
Kalau saya betul-betul gila, dunia akan kehilangan sesuatu yang belum tentu bisa mereka bayangkan. Apa itu??? Saya pun tidak tahu.. mungkin kepercayaan.. Yah, memang dunia sudah krisis kepercayaan dan moral.
Yang jelas saat ini saya sudah tidak karuan. Lebih baik saya istirahat sebelum benar-benar gila.
0 comments:
Post a Comment