080709


Rabu, 08 Juli 2009


 Aku adalah apa yang kulakukan,
Bukan apa yang kuucapkan.
(Kata-kataku adalah hukum bagiku)

Aku adalah apa yang kumiliki,
Bukan apa yang kuperoleh.
(Aku tidak memiliki apa pun dan siapa pun di dunia ini selain akal dan hatiku)

Aku adalah apa yang kupikirkan,
Bukan apa yang orang lain katakan.
(Mereka tidak akan mengenalku selama mereka masih arogan)

Aku adalah apa yang kuinginkan,
Bukan apa yang mereka kehendaki.
(Selain Tuhan, hidupku ada di tanganku)

Aku adalah siapa orang-orang yang kuanggap “keluarga”.
(Tak peduli siapa pun mereka)


Aku adalah aku.
(Setiap orang hanya ada satu di dunia ini)









Perasaan itu datang lagi.
Perasaan akan dihinggapi kematian.
Aku tak tahu, tapi kembali berpikir bahwa aku akan mati hari ini. Kebetulan ini hari saat aku dilahirkan. Konon, orang meninggal di hari yang sama dengan hari lahirnya.

Saat ini masih pukul 04.50 pagi.
Yang kuinginkan adalah menulis apa yang kuinginkan.
Beberapa menit yang lalu aku terbangun dari mimpi buruk. Mimpi buruk yang pernah terjadi tiga kali sebelumnya. Cuma aku tidak menyadari apakah semuanya terjadi pada hari yang sama.
Aku sudah empat kali memimpikan orang-orang yang kucintai meninggalkanku.
Seingatku, pertama kali aku mengalaminya ketika aku masih berumur lima atau enam tahun. Memimpikan kakakku yang pertama meninggal dunia.
Lalu duabelas tahun kemudian, saat aku duduk di bangku kelas 3 SMA, kalau tidak salah, yang kumimpikan meninggal adalah ibuku.
Lalu setahun kemudian, saat aku kuliah di Bandung, semester 2, giliran ayahku.
Dan yang terjadi barusan, aku bermimpi tentang nenekku.
Semuanya membuatku shock. Tapi yang paling baik adalah hari ini, karena aku kebetulan pulang ke Makassar, dan kudapati nenekku masih ada di ranjangnya.
Ia tidak tidur saat aku masuk tiba-tiba ke kamarnya dan menangis.
Setidaknya lebih baik saat aku memimpikan ayahku, sementara aku berada jauh dari rumah, aku bahkan tidak tahu harus bercerita pada siapa.
Hanya sebuah teleponnya pada hari itu yang membuatku lega. Alhamdulillah, ia juga baik-baik saja.

Saat aku bermimpi tentang ibuku, kebetulan ia juga sedang tidak berada di rumah. Moodku seharian itu betul-betul buruk.
Tapi saat aku bermimpi tentang kakakku, saat itu sudah pagi, dan ia berada di depan ranjang sedang menyetrika.
Oh, kalau tidak salah, itu hari Minggu, karena kakakku libur. Dulu, pada hari libur kami terbiasa mencuci dan menyetrika. Sekarang, aku bahkan tidak pernah memegang setrika.


Kembali pada firasat akan mati,
..
Jujur, aku tidak takut mati. Aku sudah tidak sedih lagi jika aku mati. Hanya saja, aku malah memikirkan apa saja yang belum kulakukan, jadi sangat disayangkan aku mati sekarang. (Aku bahkan belum sempat merasakan bagaimana menjadi seorang pengantin wanita, menjadi seorang menantu, menjadi seorang ibu, menjadi seorang nenek.. dan menjadi pemilik Restoran. Hehehe… :P)
Dan aku akan merindukan segalanya. Terutama “keluarga”ku. Tapi kalau sudah takdir, ya aku pun tak bisa berbuat apa-apa.

Aku tidak akan pernah menyesali apa yang telah diberikan Allah kepadaku.
Bagiku, tidak ada alasan aku tidak mensyukurinya.
Aku tahu, aku bukan orang alim yang sempurna ibadahnya. Aku sering berdosa, malah hampir setiap waktu aku berdosa. Tapi aku telah bertobat, dan aku berharap dengan amat sangat, Allah menerima tobatku.
Tapi selebihnya, aku benar-benar bersyukur. Bahkan untuk pekerjaan yang belum kulakukan sama sekali. Setidaknya aku telah berniat.
Karena itu. saat ini, aku  tidak merasa takut kecuali pada Allah.
..

Aku ingin menginspirasi orang lain. Itu salah satu keinginan terbesarku.
Melupakan apa yang telah mereka lakukan, dan membuat mereka berubah menjadi lebih baik detik itu juga.
Aku tidak bilang kalau aku yang terbaik, walau aku tentu menginginkannya.
Toh, tidak semua hal di dunia ini berjalan seperti yang kita inginkan.
Aku hanya ingin orang-orang belajar.
Belajar dari semuanya.
Bahkan dari kekuranganku, keburukanku sekali pun.
Setidaknya mereka lebih menghargai apa yang telah mereka peroleh.
Untuk hidup, kesehatan, untuk waktu.
Untuk semuanya.

Aku juga berusaha menghargai semuanya.
Aku juga berusaha menjadikan segala hal sebagai pelajaran yang bisa kupetik.
Aku tidak asal bicara.
Aku memang sedang melakukannya. Dan aku tidak akan berhenti hingga aku mati nanti.
..

Aku tidak mau jatuh di lubang yang sama.
aku diberi akal, demikian halnya setiap orang.
Dan seperti kata orang bijak, “Aku berpikir, maka aku ada.” Itu salah satu prinsip hidupku yang aku pegang juga hingga aku mati.

Kalau pun aku mati sekarang, aku tak ingin mati begitu saja.
Aku tidak mau meninggalkan dunia yang rumit ini sesederhana itu.
Aku memiliki impian dan cita-cita, aku tidak mau semuanya hilang. Setidaknya akan ada yang meneruskannya, mewujudkannya, melakukannya.
Bukan sebagai diriku, tapi sebagai dirinya sendiri. Sebab aku bukan siapa-siapa kecuali seorang gadis yang ambisius dan optimis bisa meraih apa yang ia impikan.

Dan impian sama sekali bukan khayalan.
Yang kuinginkan sama sekali bukan mimpi di siang bolong, yang terjadi begitu saja dan hilang dalam sekejap.
Mimpiku adalah harga mati bagiku.

Aku tidak peduli apapun yang orang lain pikirkan tentang diriku. Biarkan mereka sibuk dengan hal itu, dan aku pun sibuk dengan urusanku sendiri. Aku sibuk memikirkan rencana yang matang, dan usaha untuk menjadikan semuanya nyata, walaupun Tuhan memiliki campur tangan dan bisa saja menghancurkan semuanya tanpa sisa.

Tapi itu belum terjadi. Yang kulakukan adalah berdoa.
Berdoa agar yang kulakukan tidak lain dari niatku yang tulus.
Yang tumbuh dari jiwa pemberontak di tengah keputusasaan hidup dalam siklus yang sama setiap hari, setiap jam, setiap menit, setiap detik.

Aku tidak mau bertahan pada gaya hidup yang itu-itu saja. Karena aku yakin, aku memiliki potensi-sama seperti yang dimiliki orang lain- untuk merubah hidupku berkali-kali lipat menjadi lebih baik. Bukan hanya hidupku, tapi hidup banyak orang, hidup hampir semua orang, yang ada maupun yang pernah ada di muka bumi ini.


Aku sudah memiliki tiket untuk terbang ke Inggris, untuk bersekolah, untuk tinggal, dan untuk menghabiskan kehidupanku disana.
Yang kubutuhkan hanyalah persiapan.
Aku tidak peduli dengan gaung diskriminasi yang sering menghampiriku mengenai orang-orang disana. Karena aku bukan darimana aku berasal, tapi apa yang kubawa.
Tentu saja aku tidak akan pergi tanpa persiapan yang matang. Aku memiliki sekitar dua setengah tahun hingga aku meraih gelar sarjanaku disini, kemudian melanjutkannya disana.
..
Kerjakan duniamu seakan-akan kau akan hidup selamanya,
Dan
Kerjakan akhiratmu seakan-akan kau akan mati besok.
..

Aku punya alasan sendiri kenapa aku sangat berambisi meneruskan pendidikanku ke Eropa, khusunya Inggris. Kenapa bukan Amerika, atau Asia sehingga aku bisa saja nyaris terhindar dari ancaman rasisme.

Karena kupikir aku jatuh cinta pada iklim dan cuaca disana.
Aku menyukai hujan, aku menyukai awan gelap dan mendung, aku menyukai padang rumput, aku menyukai temperature rendah lebih dari yang orang ketahui.
Aku bahkan tampaknya akan menyukai salju walaupun aku belum pernah mengalaminya sekali pun.
Walaupun aku juga suka hari yang cerah, tapi sepertinya tidak seperti aku menyukai hujan.

Aku bahagia ketika langit sudah mendung, angin bertiup semakin kencang, dan akhirnya butiran hujan turun membasahi tanah yang kupijak.
Aku merasa tentram dan tenang.
Dan aku menginginkan hidupku seperti itu. Lagipula, kebanyakan ketika hujan turun bisa membuatku berpikir atau bersyukur.
Mungkin sambil jalan-jalan sore sendirian menyusuri lorong-lorong Eropa, mungkin saat musim semi atau musim gugur, atau jalan-jalan malam menikmati musim salju ditemani lampu warna-warni yang megah di tengah kota, atau kalau punya cukup uang, bisa bepergian dengan kereta api ke berbagai tempat dengan pemandangan memabukkan, atau menonton orkestra musik klasik di panggung teater yang terkenal, atau mengunjungi museum-museum bersejarah, perpustakaan dengan deretan lemari raksasa penuh dengan buku-buku tebal, atau menonton pertandingan sepakbola tim favorit dan pemain idolamu berlaga di stadion berfasilitas lengkap, atau minum secangkir kopi hangat di café-café tepi jalan, dan tidak ada yang perduli siapa kau, dari mana kau berasal, apa statusmu, dan berapa banyak harta yang kau miliki.

Atau bersepeda sore hari di bukit-bukit kecil yang penuh hamparan bunga-bunga dan rumput.

Aku menginginkan itu semua lebih dari yang orang kira.
Dan aku tahu, aku takkan menjumpainya di Indonesia, bahkan di Asia. Di Amerika mungkin saja, tapi tidak akan sama.
Aku sudah memiliki zona nyamanku sendiri disini, tapi aku juga ingin mencoba hal-hal baru. Tentunya tidak akan kudapatkan kalau aku tidak keluar dan memutuskan untuk melakukannya.
..

Aku merasa lega bisa menulis beberapa hal yang kupikirkan.
Aku tidak berharap ini dibaca orang lain, karena isinya lebih cenderung egois ketimbang edukasi.
Yah, kecuali mereka bisa belajar, walau hanya satu hal dari semuanya.

..

Untuk saat ini kurasa cukup.
Aku tidak tahu apakah aku masih punya waktu untuk menulis lagi.
Kalau aku belum mati hari ini.

0 comments:

Ran Jiecess

Twitter @Jiecess

About

a freelancer who think she isn't cool enough to be everything yet.