Father and Daughter

Ada sebuah pertanyaan yang mengusik saya malam ini. Dan saya baru menyadari, betapa penting untuk mengetahui jawabannya.

"Bagaimanakah perasaan seorang ayah kepada anak perempuannya?"

Apa yang mereka pikirkan jika anak perempuannya menangis?
Apa yang mereka pikirkan jika anak perempuannya cengeng dan merajuk?
Apa yang mereka pikirkan jika anak perempuannya bersikap manja?

Apakah para ayah memandang anak perempuannya begitu lemah dan tidak mandiri? Mereka harus selalu ada jika diminta pertolongan? Mengganti bohlam lampu, memperbaiki kendaraan yang mogok, memasang perkakas. Berbeda dengan anak laki-laki, tidak semua anak perempuan membantu ayah mereka yang sedang repot dengan perkakas. Walau seingatku dulu sering bertanya, "Apa yang bisa kubantu?" - ayahku akan menjawab, "Pergilah bermain Nak, ini bukan perkara untuk anak perempuan."

Jika ayahku pergi, diam-diam tangan kecilku membongkar kotak perkakasnya karena ingin tahu hingga kadangkala saat ia membutuhkan obeng atau kunci inggris, ia akan marah besar karena tidak mendapati apa yang dicarinya ada di tempat semula. Aku diam dan bertingkah seolah-olah tidak tahu apa-apa.

Aku selalu ingat dengan ayahku. Ketika itu hujan turun dengan sangat deras dan cuaca sedang buruk, sementara aku harus mengambil pesanan kacamataku di optik yang terletak sangat jauh dari rumah. Sudah seminggu aku menunggu dengan penglihatan yang kurang jelas. Padahal besok aku harus sekolah, dan kondisi itu membuatku payah. Aku pun gelisah dan mengeluh. Ayahku yang baru saja pulang dari kantor pun berinisiatif mengantarku. Aku tahu sekali bahwa ia masih sangat lelah karena pekerjaan yang tiada habisnya. Tapi bermodalkan sebuah jas hujan, ia pun berkata padaku,

"Jangan khawatir, Nak. Kita ambil kacamatamu sekarang. Tunjukkan saja aku dimana jalannya."

kami pun nekat menerobos jalanan yang licin sehabis petang.

aku menangis di balik punggung ayahku.
aku merasa bersalah dan tidak berguna.

"maafkan aku, ayah. terima kasih."

sejak saat itu, aku berjanji pada diriku sendiri :
aku tidak boleh mengeluh di depan ayahku lagi.


2 comments:

asuransioke said...

salam sahabat, kisahnya menyentuh banget teringat saya ketika masih kecil sakit demam diantar ayah untuk berobat padahal ayah sudah capek karena pekerjannya, subhanallah jadi ingat , semoga ayahku mendapatkan pahala yang sangat besar, amiin

Gan mau mendaftar dan isi artikel silakan sangat saya hargai,,,,, tuh sudah ada artikel kiriman "puisi"

Unknown said...

Halo, agan. Emang ya, perjuangan orang tua kita selamanya tidak akan pernah mampu kita balas. Makanya sekarang saya berusaha mawas diri, mudah2an tidak lagi mengecewakan orang tua. Semoga Allah membalas kebaikan mereka dengan berlipat ganda.

Terima Kasih, nanti Insya Allah saya kirim lagi.

Ran Jiecess

Twitter @Jiecess

About

a freelancer who think she isn't cool enough to be everything yet.