Sebuah Kisah dari Kebun Buah

Ada sebuah perkebunan buah yang sangat luas dan tertata begitu rapi. Namun, begitu luasnnya, tidak ada seorang pun yang tahu siapa pemilik perkebunan itu. Walaupun agak jauh dibelakang perkebunan terdapat sebuah rumah besar yang kelihatan sangat kokoh, namun bangunan itu tetap saja terlihat sepi dan kosong.

Padahal buah-buahan itu ukurannya bervariasi, ada yang manis, yang asam, dan yang agak pahit. Ada yang berukuran besar, agak sedang, dan kecil-kecil. Jika diperhatikan, tidak mungkin buah-buahan tersebut tumbuh begitu saja. Tentu ada yang merawat perkebunan ini, namun siapapun orangnya, pasti ia sangat hebat karena dihitung dari luas perkebunan mungkin mencapai empat kali lapangan bola.

Pada suatu hari, ada empat pasangan suami istri miskin yang tiba di perkebunan itu. Mereka tidak punya apapun selain pakaian yang mereka kenakan. Mereka bodoh karena tidak pernah sekalipun keluar dari goa yang mereka tinggali selama ini. Ketika mereka melihat kebun buah tersebut, air liur menetes dari mulut mereka karena lapar.

Pada saat itulah muncul seseorang dari dalam rumah yang berjalan ke arah mereka. Laki-laki itu tersenyum sambil membawa beberapa pasang kain dan jarum, beberapa batang kayu, lempengan besi, palu, dan beberapa paku besar, "Aku baru saja diamanatkan oleh tuan pemilik rumah untuk memberikan kalian barang-barang ini. Suruhlah istri kalian menjahit baju (menyerahkan beberapa potong kain tersebut) dan kalian buatlah sebuah cangkul dari batang kayu ini. Kata tuan, kalian boleh tinggal disini untuk sementara. Kebun ini akan dibagikan pada kalian berempat, lalu olahlah sehingga pohon-pohonnya bisa berbuah kembali. Jangan berebut, belajarlah berbagi."

Laki-laki pertama berkata, "Bagaimana caranya kami membuat baju dan cangkul sementara kami tidak tahu sama sekali bagaimana caranya?"

Lelaki itu pun berkata, "Aku adalah pegawai tuan. Aku diupah untuk mengajari kalian. Selain itu, aku akan memberikan kalian masing-masing sebuah handbook yang berisi peraturan dari tuan pemilik kebun. Apa yang boleh dan tidak boleh kalian kerjakan selama berada di kebunnya. Kalian akan tahu banyak hal dengan sendirinya. Tapi aku ingatkan dari sekarang, saat kalian bekerja, akan datang seorang perempuan cantik dan beberapa temannya yang akan menggoda kalian. Berhati-hatilah pada mereka. Ia bisa mengacaukan pekerjaan yang telah kalian bangun nantinya."

"Lalu bagaimana dengan hasil kebun, haruskah kami menyetornya kepada tuan?" tanya laki-laki kedua. Lelaki itu kembali tersenyum, "Tidak. Buah-buahan ini untuk kalian saja, tuan sangatlah kaya raya. Ia tidak membutuhkan apapun dari kalian. Hanya pesan beliau : jangan rakus, sisakan buah-buahan ini untuk anak-anak kalian kelak."

Laki-laki ketiga berujar, "Wah,.. baik sekali beliau. Tolong sampaikan terima kasih kami padanya."

"Kalian boleh menyampaikannya sendiri. Ia akan senantiasa melihat, mendengar, dan mengawasi kalian dari rumah dengan cara-cara yang tidak kalian ketahui. Jika kalian melanggar, beliau bisa langsung menghukum kalian, atau membiarkan kalian hingga ia memutuskan untuk menemui kalian sendiri." jawab lelaki itu.

Keempat pasangan itu mengangguk setuju. Mereka tampak mengerti. Jadi mereka mulai bekerja ditemani lelaki itu setelah perkebunan dibagi empat. Pasangan pertama mendapatkan kebun anggur. Pasangan kedua mendapatkan kebun durian. Pasangan ketiga mendapatkan kebun ubi kayu. Pasangan keempat mendapatkan kebun jeruk.

Mereka mulai mendirikan rumah, membuat perkakas sederhana, dan belajar tentang banyak hal di perkebunan buah. Namun baru beberapa saat mereka bekerja, tiba-tiba muncul seorang wanita yang sangat cantik dari belakang kebun. Kulitnya mulus dan rambutnya agak kemerah-merahan panjang hingga ke pinggang. Hidungnya mancung dan matanya hitam bulat sangat indah. Maka berkatalah lelaki yang menemani keempat pasangan itu,

"Itulah wanita yang aku bicarakan tadi. Jangan tertipu dengan penampilannya. Ia tidak lebih dari bermaksud jahat pada kalian. Ikutilah apa yang tertulis dalam handbook, ia sangat dibenci oleh tuan pemilik kebun. Siapa yang teguh pada pendiriannya, maka ia tidak akan mudah tergoda. Tapi jika kalian tergoda, cepatlah sadar dan memperbaiki sikap kalian. Tuan lebih mengerti akan hal itu."

Namun laki-laki pertama bergumam, "Bagaimana mungkin wanita secantik ini licik seperti kata pegawai tuan barusan?" maka ia mendapati wanita itu bisa ternyata bisa membaca pikirannya karena kemudian wanita itu datang sambil berlenggak-lenggok kepadanya, "Benar yang kau katakan. Aku difitnah oleh pegawai itu karena ia menginginkanku tapi aku menolaknya. Jika kau percaya padaku, aku akan membantumu mengurusi kebun ini. Aku sangat ahli dan bisa membuat kebunmu berbuah lebih banyak dari ketiga temanmu itu."

Maka pegawai dan ketiga pasangan lainnya cuma menggeleng-gelengkan kepala. Mereka kembali bekerja. Sementara pasangan pertama sudah tergoda oleh wanita tadi.

Waktu berjalan, masa panen kembali tiba. Maka berkatalah pasangan pertama,
"Wanita ini benar! Lihatlah kebun kami, pohon anggur tumbuh dengan subur. Buahnya besar dan merah. Rasanya manis sekali. Tidak rugi aku mengikuti sarannya..." sambil merangkul si wanita penggoda.

Pasangan kedua berkata, "Omong kosong.. Kebunku juga berbuah, awalnya aku merasa rugi karena buahku tajam berduri. Bagaimana caranya memakan durian ini, ternyata, setelah kukerahkan kemampuanku sendiri, di dalam durian terdapat daging buah yang sangat lehzat dan manis."

"Ah,.. Walaupun kelihatan tidak seberuntung kalian, ubi tertanam dibawah tanah, jadi kami harus berkotor-kotor dulu menggalinya. Tapi tidak apa-apa, kami tetap berterima kasih pada tuan karena kami telah diberikan kesempatan untuk mencicipi ubi yang gurih." celetuh pasangan ketiga.

Kemudian pasangan empat menyambung, "Jeruk kami kadang-kadang manis, kadang-kadang asam. Tapi kami akan selalu percaya pada si pegawai, apapun yang dikatakannya."

Begitulah seterusnya, hingga mereka beranak-pinak di area perkebunan itu. Beberapa tahun sesudahnya, rumah pasangan pertama sudah terlihat megah dan indah. Sementara pasangan kedua memiliki perkakas yang canggih dan modern. Pasangan ketiga dan keempat memiliki rumah yang cukup sederhana. Sementara si pegawai sudah masuk kembali ke rumah. Keempat pasangan itu ditinggalkan mengolah perkebunan sendiri berdasarkan handbook mereka masing-masing.

Maka berkata lagi pasangan pertama kepada teman-temannya, "Kasihan kalian, lihatlah kehidupan kami yang sudah makmur. Aku tidak butuh handbook! Kalau kalian mau seperti aku, ikutilah apa yang dikatakan wanita ini. Hidup kaya raya sangatlah menyenangkan. Apa kalian tidak penasaran bagaimana caranya si tuan pemilik kebun bisa sekaya itu? Aku tahu, dan pada suatu saat kami akan mengalahkan kekayaan milik tuan itu. Anak-anak kami tidak perlu bekerja, mereka cukup bermain saja."

Namun pasangan kedua menyahut, "Kami tidak butuh handbook maupun wanita itu. Kami bisa berusaha dengan tenaga dan pengetahuan kami sendiri. Lihatlah durian yang berhasil aku tanam ini, pohonnya berbuah dua kali lipat dan rasanya semakin haru semakin lezat. Aku pun ragu, apakah tuan itu benar-benar ada? Kenapa ia tidak pernah sekali pun menampakkan diri? Aku curiga, jangan-jangan itu hanya bualan si pegawai saja."

Pasangan ketiga berkomentar, "Bagaimanapun, ini tetap kebun milik tuan. Kami cukup mengolah berdasarkan apa yang kami butuhkan. Kami tidak percaya wanita itu, tuan selalu melihat kita bukan? Handbook inilah yang akan memandu kami. Walaupun seringkali hasil panen mengecewakan, kami akan selalu berterimakasih. Semoga tuan tidak kecewa pada kerja keras kami."


"Aku lebih yakin jangan-jangan si pegawai itulah yang memiliki perkebunan ini. Ia adalah si tuan itu! Ia membantu kita, bukan? Ia begitu baik hati, kami akan selalu percaya padanya. Cuma, handbook ini kami sesuaikan dengan keadaan kami. Banyak yang harus kami ubah isinya." respon pasangan terakhir menyikapi pendapat ketiga temannya.


bersambung





2 comments:

Pasky said...

Mana lanjutannya ?

Unknown said...

hahaha, belum bikin euy.. Males ngetiknya, ternyata ada yang baca.. hehehe

Ran Jiecess

Twitter @Jiecess

About

a freelancer who think she isn't cool enough to be everything yet.