Death In Gaza 2004

Film dokumenter yang memenangkan Emmy-award winning 2004 ini didedikasikan kepada James Miller - sang sutradara sekaligus kameramen yang tewas ditembak oleh tentara Israel pada saat pembuatan film berlangsung di Rafah, Palestina. Kisah tragis ini bahkan belum ada kejelasannya hingga sekarang - tidak ada yang bertanggungjawab, khususnya konfirmasi dari pihak Israel sendiri terhadap kematian Miller. Mungkin ini mengingatkan anda kepada Rachel Corrie, warga negara Amerika yang tewas karena menghadang tank Israel di perbatasan Gaza, Rafah - tempat yang sama pada tahun 2003 lalu.

Dinarasikan oleh Shaira Shah, kehidupan warga di tengah kondisi perang dan kabar buruk datang setiap hari dalam sudut pandang tiga orang anak : Ahmed (12), Mohammed (12), dan Najla (16). Bagaimana tekanan mental yang dihadapi ketiga anak ini disikapi dengan cara yang berbeda. Kerabat dan teman-teman mereka terbunuh, rumah mereka hancur, dan realita masa kanak-kanak yang dirasakan oleh orang lain pada umumnya hanya menjadi mimpi.

Ahmed menuturkan bahwa ia dididik oleh keadaan, pada akhirnya ia berpikir bahwa mati syahid adalah keinginannya yang paling utama. Sedari kecil ia dihadapkan pada pemandangan perang : pemuda-pemuda gugur mempertahankan tanah mereka, bangunan hancur, dan tekad perlawanan rakyat Palestina yang merasa terusir dari negerinya sendiri. Ahmed tetap pergi ke sekolah dan belajar. Ia juga kerapkali bermain dengan teman-teman sebayanya. Mereka memparodikan pertikaian tentara Israel dan mujahid Hamas.

Miller - tetap ditembak walaupun sudah mengibarkan bendera putih 
Ahmed bahkan sudah menulis sebuah surat kepada ibunya jika suatu saat nanti ia tewas terbunuh. Walaupun sang ibu menginginkan Ahmed hidup normal selayaknya anak-anak lain hingga dewasa - menikah dan bahagia, tapi Ahmed bersikeras bahwa ia tidak rela berdiam diri sementara teman-temannya mati syahid di medan perang. Ia bergaul bersama tentara Hamas dan seringkali membantu mereka. Ahmed menganggap hal ini adalah sebuah kehormatan baginya. Anda bisa jadi tercengang mendengar pemaparan seperti itu dari anak seusia Ahmed.

Inilah kejahatan perang yang merenggut kehidupan banyak orang, tak terkecuali Ahmed, Mohammed, dan Najla. Setiap hari ada berita kematian, mungkin dari sanak saudara mereka. Mulai dari orang dewasa hingga anak kecil, senjata militer Israel memang tak pandang bulu dalam mewujudkan keinginan mereka menaklukkan, menguasai dan memperluas wilayah di Palestina.


Sepatutnya kita bersyukur, kita tidak perlu khawatir membiarkan saudara, anak, dan kerabat kita bermain dengan bebas. Di Palestina, anak-anak yang pergi ke sekolah belum tentu pulang pada hari itu dalam keadaan hidup, bisa juga mereka takkan pernah kembali lagi ke rumah. Kita masih bisa tidur di ranjang yang nyaman, masih ada yang bisa kita makan hari ini, keluarga kita masih sehat dan lengkap, alhamdulillah.

Ya Allah, bebaskan Palestina. Sesungguhnya Engkau Maha Tahu dan Maha Adil. 


4 comments:

Xpica said...

Waaaah, baru saja saya beli VCDnya kemarin! (tunggu diskonan)

Unknown said...

Nonton nonton nonton! Bagus itu nah..

Xpica said...

Sabar... Masih banyak mau dikerja ine. Nanti saya sms kalo saya sudah nonton.

Unknown said...

Oke-oke... kutunggu ya

Ran Jiecess

Twitter @Jiecess

About

a freelancer who think she isn't cool enough to be everything yet.