Aku mencari pembenaran terhadap apa yang telah kuputuskan.
Untuk pilihan yang kupilih.
Untuk rencana-rencana yang kususun bagi masa depanku.
Mengenai agama yang kuanut dan kuyakini. Mendalami Islam lebih dari sebuah warisan sebagai keturunan, atau sebuah kebetulan yang menguntungkan.
Aku akan menempatkan Islam dalam kehidupan yang modern, yang bisa beradaptasi namun tidak jatuh dari akidah yang telah ditetapkan sehingga para non-muslim tidak menganggap umat Islam sebagai umat yang terbelakang dan bodoh.
Ada beberapa pendapat para ulama yang sama sekali tidak kusetujui.
Misalkan mengharamkan musik, atau hal-hal lainnya karena disinyalir membawa dampak yang buruk kepada kaum muslim.
Segala sesuatu, yang baik mapun yang buruk, kembali pada individu setiap orang. Segala hal bisa menjadi baik ketika kita tahu menempatkannya sesuai porsi yang seimbang. Tapi segalanya pun bisa menjadi buruk ketika kita sudah memiliki niat yang tidak lurus dalam memanfaatkannya.
Banyak jenis hubungan. Baik hubungan antara manusia dan Tuhan. Manusia dan sesama manusia, bahkan manusia dan alam.
Dalam hubungan itu, terdapat pula berbagai macam cara berkomunikasi atau saling memberikan respon atas pengakuan satu sama lain.
Misalnya dalam hubungan kita dan Tuhan. Kita masing-masing memiliki keyakinan dan kepercayaan mengenai keberadaan Tuhan Yang Maha Esa. Jadi bentuk komunikasi lebih cenderung bersifat tidak langsung, karena Tuhan tidaklah nyata bentuknya, melainkan hidup dalam keyakinan setiap orang. Tapi bukan karena bentuknya yang abstrak, lantas kita menyepelekan Tuhan. Karena dari Tuhanlah segala sesuatu bersumber. Jagad raya beserta segala isinya. Melalui ibadah, kita berinteraksi dengan Maha Pencipta yang telah berbelas kasih tak kunjung habis memberikan kita anugerah dan pelajaran agar kita menjadi manusia yang lebih matang dan dewasa.
Sementara hubungan sesama manusia, bisa diwujudkan dalam lebih banyak lagi. Dalam hubungan tersebut, beberapa diantaranya diatur agar lebih sistematis dan tidak melanggar hak asasi. Misalnya tata karma, sopan santun, tradisi, dan lain-lain. Sementara yang lain, seperti apresiasi, respek, tolong-menolong terjadi secara naluriah sehingga hubungan tidak menjadi kaku dan dingin.
Manusia diberikan akal dan kemampuan untuk mengembangkan bakatnya masing-masing untuk memenuhi hasrat estetika yang sudah menjadi kodrat setiap manusia. Bakat linguistic, kesenian, artistic, maupun kemampuan kreatif lainnya diperlukan untuk membuat sebuah variasi hiburan yang dibutuhkan oleh setiap orang.
Jadi mengapa musik dilarang?
Mengapa facebook diharamkan?
Kukira semua itu kembali pada diri kita sendiri. Selama musik tidak mengandung unsur-unsur yang menyesatkan seperti kekerasan, pornografi, SARA, obat-obatan terlarang, atau ancaman maupun pergeseran akidah kita, that`s okay..
Mendengarkan musik bisa mengurangi stress, menghargai karya orang lain karena kemampuan tersebut tidak sama pada masing-masing individu, bisa juga bermakna sebagai ungkapan perasaan, rasa terima kasih bahkan berdakwah jika caranya tepat.
Selama kita tidak membawa pengaruh musik itu ke tempat yang keliru, misalnya tetap mendengarkan musik saat adzan berkumandang, atau tergila-gila pada musisi yang membawakan musik tersebut,.. once more, that`s okay..
Sama halnya dengan film, buku, dan sebagainya.
Prinsipku, setiap hal bisa dipelajari. Bahkan sesuatu yang paling buruk pun bisa dipetik hikmahnya. Ambil yang baik, tinggalkan yang buruk, itulah belajar. Toh kalaupun kita melakukan kesalahan, jangan sampai kita melakukan kesalahan yang sama untuk kedua kalinya. Itu berarti kita tidak belajar dari apa yang telah lewat.
Islam itu fleksibel. Artinya bisa ditempatkan dimana pun, kepada siapa pun, dan kapan pun.
Inilah zaman dimana kita bertarung secara sportif melalui teknologi, dan kemampuan diri menciptakan hal-hal yang luar biasa. Jika kita menutup diri dan tidak mau tahu, bahkan menolak mentah-mentah kompetisi global yang penuh dengan tantangan ini, bagaimana bisa kita ikut berkembang.
Demikian halnya dengan Islam. Para ulama tidak bisa seenaknya mencap halal haramnya sebuah hal tanpa pemikiran yang ideal mengenai manfaat dan mudharat dari hal tersebut. Baik hari ini, esok, atau sepuluh tahun yang akan datang.
Jika Islam menutup mata tentang perkembangan dunia, jangan heran jika umat lain meremehkan kita. Apalagi jika kita bermaksud untuk berjihad. Jihad menurutku, tidak harus dilakukan dengan perang atau gencatan senjata. Menebar granat, mengadu otot untuk membuktikan siapa yang paling kuat.
Tapi inilah perang pemikiran. Kurasa, umat Islam tidak perlu takut karena dasar kita diperhitungkan dengan akal dan logika walaupun tidak digambarkan secara nyata bentuknya. Inilah saatnya kita melakukan pendekatan-pendekatan yang lebih manusiawi untuk urusan duniawi maupun akhirati.
Kita harus menunjukkan bahwasanya Islam adalah agama yang penuh damai. Kita bukan teroris. Dan meyakinkan dunia, bahwa mereka tidak bisa mendikte kita dengan stempel yang buruk hanya karena ulah beberapa kelompok yang fanatis dan rasis.
Seperti halnya sebuah buku. Terlalu banyak ungkapan yang menyatakan “Don`t judge the book from the cover”.. apakah itu belum cukup? Hanya karena adanya gerakan jihad kelompok fanatic di timur tengah yang diketahui memakan korban jiwa dan menyatakan perang pada semua orang yang bukan Islam, tidak berarti semua umat Islam di seluruh dunia demikian adanya.
Aku juga menginginkan kehidupan yang tenteram. Walaupun kita berbeda agama, berbeda warna kulit, berbeda suku bangsa, karena
Bagimu agamamu, bagiku agamaku,
dunia ini membutuhkan kita semua. Urusan akhirat, itu urusan kita sendiri. Kita tidak bisa memaksakan pendapat kita, bahkan agama kita karena semua manusia memiliki hak untuk memilih. Biarlah orang memutuskan apa yang terbaik untuk diri mereka.
Yang penting, untuk kedamaian di dunia ini, untuk mengatasi kelaparan yang melanda berjuta-juta orang di belahan yang lain, untuk korban bencana alam, untuk segalanya.
Untuk bumi yang semakin tua.
Kita harus bekerjasama. Kesampingkan kepentingan pribadi demi kepentingan social. Namun sayangnya tidak semua orang berpikir seperti itu.
Masih ada perang. Masih ada kemiskinan. Masih ada kebodohan.
Entah kapan dunia ini bisa tenang. Entah kapan dimana tidak ada lagi orang yang kelaparan dan kedinginan, tidak memiliki rumah dan selimut untuk tidur malam ini. Dimana kita bisa beribadah tanpa ada tekanan dan ancaman. Dimana kita bisa menolong tanpa merasa khawatir.
0 comments:
Post a Comment