Bangun

Saya lupa sedang bermimpi saat itu. Yang saya tahu, mimpi itu sungguh indah. Ketika badan telah pegal semua. Waktu seakan berhenti, yang ada hanyalah saya dan ketidaknyataan.

Hingga mata saya mendadak terbuka. Ternyata suhu memaksa saya bangun, kami memang tak berselimut. Asing, saya tidak sedang berada di rumah. Kesadaran mulai merambati otak, mencerna perlahan : saya tertidur di kursi bandara Changi International Airport.

Pukul menunjukkan waktu 02.00 dini hari. Bandara sepi, walaupun beberapa kursi terisi oleh tubuh-tubuh lunglai ber-ransel super besar. Mereka juga backpacker seperti kami. Dan jam sekarang merupakan waktu yang tepat untuk beristirahat ala kadarnya.

Senyap dalam keramaian adalah barang langka. Kami sedang berada jauh dari tempat tidur yang nyaman. Nyanyian lirih mengalun di dalam kepala : sebuah kerinduan. Tapi kami telah memilih jalan seperti ini.

Berganti posisi, saya dan Fit pindah ke lantai 1. Persis disamping pintu masuk kedatangan. Disitu, kami kembali rebah. Kembali larut dalam bunga tidur. Hingga saatnya terbangun untuk kedua kalinya.

Pukul 04.00 waktu Singapura.

Untuk kedua kalinya pula saya agak jetlag. Masih-masih belum percaya. Yang mana realita? Saya tadi barusan duduk-duduk di kamar. Sekarang ketika buka mata, yang tampak adalah deretan meja check-in, orang-orang yang berlalu lalang tiada henti, lampu yang senantiasa menyala.

Seperti sepasang gembel, akibat tidak merencanakan akan menginap di hostel, ikuti saja kemana kaki menuntun. Kembali ke bandara akhirnya menjadi pilihan sebelum sebentar kembali menelusuri kota ini. Seharian penuh kami berjalan, punggung rasanya mau patah. Teringat jasa pijit di Indonesia, sungguh mahal rasanya.

Ah, harus beli koyo. 

0 comments:

Ran Jiecess

Twitter @Jiecess

About

a freelancer who think she isn't cool enough to be everything yet.