Saya hanya bercerita sedikit tentang apa yang saya lihat di negeri yang 75% penduduknya berasal dari etnis Tionghoa itu.
Kecanggihan Singapura
Kesan pertama yang saya tangkap begitu tiba di Changi Internasional Airport : WOW! Ni Bandara ato Grand-Mall? Sumpah, ini Bandara termewah yang pernah saya kunjungi (padahal memang belum kemana-mana juga). Toko-toko parfum, jam tangan, baju, aksesoris brand-brand dunia bertebaran dimana-mana. Di toilet saja semuanya menggunakan sensor bilas. Keran hingga handdryer, bahkan tiap-tiap toilet ada touch screen buat ngesurvei kepuasan pelanggan terhadap kerjanya cleaning service yang bersangkutan.
Come on, Changi! Impress me more! Hingga 3 jam kami tersesat di dalam bandara, muter disitu-situ saja. Fasilitas-fasilitas Changi Airport digoogling saja ya. Internet akan membahasnya lengkap. Kembali saya ternganga, semuanya menggunakan pelayanan ekslusif. Kelihatan katroknya lah bagi yang baru pertama kali mengunjungi Changi.
Walhasil, kami memutuskan untuk mandi di Bandara. Sayang beribu sayang, ga ada fasilitas shower gratis alias harus membayar sekitar 7 SGD di hotel transit yang bersebelahan dengan Lounge-lounge mewah lainnya. Tapi keputusan kami sungguh dibayar sesuai. Masuk ke dalam hotel transit, ruang mandi berjejer mewah, tinggal dipilih sesuka hati. YAY!!!
7 Dollar, cyin! 7 Dollar!!! Tak boleh disia-siakan kesempatan mahal ini. Di dalam bilik shower, terdapat westafel dan shower yang terpisah. Dengan sabun, sampo, dan handuk yang tersedia. Penat dan pusing setelah semalaman berada di bandara Soekarno-Hatta seketika hilang dibawah pancuran air hangat. Diluar bilik bahkan terdapat meja khusus yang menyediakan hairdryer, lotion, mosturaizer, de el el de el el. Berat rasanya melangkah keluar dari sana. *mewek
Kesejahteraan Hidup
Orang-orang di Singapura sungguh workholic. Menyambangi stasiun MRT, jarang ada yang berjalan lenggak-lenggok seperti di Indonesia. Seperti dikejar sesuatu, semuanya sibuk kesana kemari. Semuanya juga memasang tampang serius. Jarang sekali ada yang tertawa lebar atau bercanda secara berlebihan. Begitu pula di dalam Bus, hanya kami berdua yang asik mengobrol hingga terkikik agak ribut. Di akhir pekan baru kelihatan agak santai. Tapi tetap saja, semuanya tenggelam dalam rutinitas masing-masing.
Mengamati gaya hidup mereka, saya dapati hidup di Singapura benar-benar teratur. Semuanya sudah ada sistemnya, jadi masyarakat sana cukup mengikuti cara kerja yang telah ditetapkan. Hingga pukul 10 malam, banyak yang baru saja pulang kerja. Tapi kemeja mereka masih rapi, penampilan masih kece, beda sekali dengan kami yang kelihatan gembelnya.
Orang-orang Singapura juga sangat profesional menjalankan pekerjaannya masing-masing. Yang banyak bekerja menjadi public service adalah para manula. Dengan kisaran usia 70 tahunan, mereka masih kuat berkeliaran untuk bekerja. Selain itu, mereka sungguh irit gosip. Hanya menjawab apa yang ditanyakan, tanpa basa-basi. Dari kebanyakan petugas imigrasi Singapura yang saya lewati, hanya satu yang ramah. Erghhh...
Tapi ada hal aneh yang kami jumpai disana. Beberapa orang sungguh berjiwa penolong, jika melihat kami kebingungan mencari arah, mereka akan menghampiri dan membantu kami hingga mendapatkan alamat yang dituju. Sisanya???
Hampir 50% orang Singapura yang kami tanya mengaku tidak tahu tentang arah atau nama jalan. Tidak tahu atau pura-pura, entahlah. Yang jelas, mereka bingung kalau ditanya bagaimana caranya kami bisa menjangkau sebuah tempat. Jawaban mereka kebanyakan hanyalah : CARI MRT. Adapun yang menjawab, hanya memberikan petunjuk arah yang SALAH! Mereka ini, apa saking sibuknya jadi ga mau ngehafal jalan ato gimana... Maka berpegang teguhlah pada Map/peta yang bisa diambil cuma-cuma setelah melewati bagian keimigrasian.
Turis-Turis Cina Yang Lucu
Mungkin kedatangan pelancong Cina merupakan salah satu sumber pendapatan terbesar sektor pariwisata Singapura. Jumlah mereka yang datang tidak kurang dari satu keluarga. Bahkan tidak sedikit yang datangnya sekampung, hingga beberapa bus banyaknya.
Ada yang menggelitik dari pengalaman bertemu turis Cina kemarin. Hampir sebagian besar dari mereka membawa kamera DSLR mahal dengan lensa-lensa canggih. Kita yang melihat pasti terkagum-kagum. Wah, mereka pasti sungguh modern ya. Tapi, memang betul kata pepatah : Don`t judge the book from the cover. Selain menggunakan satu pose untuk puluhan orang yang berfoto di depan Patung Merlion, kemampuan memotret pelancong-pelancong ini sungguh diragukan saat dimintai pertolongan.
Dengan bahasa kan cing cong tse cua mei cong cong, kami ngangguk-ngangguk aja. Dengan gaya motret yang ngalahin hebohnya kita, ternyata ga satu pun yang kejepret. *gosokjidatdiaspal -- akhirnya dengan senyuman ngambil merebut paksa kamera kembali sebelum turis itu makin keukeuh. Tiba giliran turis lain yang kami amati menggunakan DSLR, dengan optimis kami datang minta difoto. Hasilnya?
Blur. Kepala ke-crop. Merlionnya ga keliatan. Dan hasil-hasil yang bikin alis nyatu. WHY?!!!
to be continued...
0 comments:
Post a Comment