Inception is Real

Ini bukan cinema preview, walaupun film yang disutrdarain Christoper Nolan ini emang keren. Baik dari segi cerita, efek, dan aktor aktris yang bermain didalamnya. Tapi baru saja saya sadari, apa yang saya nonton tampaknya kurang sedikit ada benarnya. Mengenai Inception, mengenai mimpi-mimpi, mengenai kematian, mengenai keabadian, dan hal lain yang muncul dari setiap adegan film tersebut.

Ya, seperti yang tiba-tiba muncul dalam benak saya persis setelah selesai sholat. "Hidup ini seperti Inception". Kehidupan dunia yang saat ini kita tinggali adalah mimpi tahap pertama. Karena sifatnya yang tidak abadi, banyak keanehan, namun janggalnya terasa begitu nyata.  


Kematian adalah proses bangun dari mimpi. Seperti film itu, untuk bangun dari tidur kita harus mati terlebih dahulu. Entah mati ditembak, mati karena kaget, mati perlahan-lahan dan sebagainya. Ketika bangun dari mimpi itulah kita baru tersadar, bahwa kehidupan "dalam mimpi" yang kita jalani barusan, mungkin 65 tahun umur manusia pada umumnya, hanya sebentar saja. 

Di antara mereka ada juga yang berkata bahwa masa hidup mereka di dunia hanya beberapa jam saja, “Pada hari mereka melihat hari berbangkit itu, mereka merasa seakan-akan tidak tinggal (di dunia) melainkan (sebentar saja) di waktu sore atau pagi hari.” (Qs. Al-Nazi’at [79]: 46). Sebagian yang lain bahkan berani bersumpah di hadapan Allah Swt bahwa mereka hanya tinggal di dunia satu jam saja, “Dan pada hari terjadinya kiamat, bersumpahlah orang-orang yang berdosa; mereka tidak berdiam (di dunia) melainkan sesaat (saja).” (Qs. Al-Ruum [30]: 55).  

Seperti Inception, bukan? Dalam mimpi, walaupun waktu terasa berjam-jam, bahkan berhari-hari, ternyata cuma lima belas menit ketika kita tertidur atau tidak sengaja terlelap. Dan hal ini seringkali dialami orang banyak. Hidup ini hanyalah mimpi.

Ketika kita tidur, itulah mimpi tahap kedua. Jika dalam mimpi itu kita bermimpi lagi, maka itulah yang disebut mimpi pada tahap ketiga, dan seterusnya. Orang-orang yang wafat menurut kita, sebenarnya mereka sedang terbangun. Tidak ada yang tahu kapan kita akan terbangun dari mimpi kita. Jadi orang-orang tidak mempersiapkan diri ketika harus terbangun, bahkan banyak sekali diantaranya tidak rela terbangun karena begitu indahnya dunia yang telah mereka susun dalam mimpi ini. Mimpi kita bersama. 

Padahal pada kenyataannya kita harus realistis. Inilah dunia. Inilah mimpi semu. Dimana ada ketidakadilan, dimana ada kesewenang-wenangan, dimana ada yang kaya dan yang miskin. Dalam kehidupan sebenarnya, di kehidupan akhirat nanti, dalam Islam, hukum Tuhan yang berlaku. Yang jahat akan mendapatkan siksa yang pantas, yang baik telah dijaminkan surga. Bukankah kehidupan seperti yang lebih masuk akal?

Contoh kecilnya, orang yang bermimpi indah susah bangunnya. Mereka tidak sadar mereka hanya bermimpi. Ya, hanya bermimpi. Inilah kehidupan nyaman versi mereka. Tapi yang sadar bahwa mimpi itu dapat berakhir sewaktu-waktu, mereka memilih tidak menggantungkan angan-angan semu. Karena cepat lambat mereka akan terbangun dan menjalani kehidupan nyata yang abadi.

Untuk itu, logikanya, jika hidup ini hanyalah mimpi, kenapa kita harus takut? Apalagi jika kita yakin bahwa waktu yang kita miliki sebenarnya sangatlah singkat. Kalau harus bangun, ya bangun saja. Tuhan yang akan membangunkan kita dalam kehidupan Maha Adil milikNya. Dimana perbuatan kita selama hidup sementara ini akan dibayar lunas, bukannya di tangan orang-orang egois yang merasa dirinya mulia.

Cukup siapkan diri kita untuk bangun. 
Berharaplah cepat bangun sebelum dibangunkan oleh kehancuran yang sebenarnya.

0 comments:

Ran Jiecess

Twitter @Jiecess

About

a freelancer who think she isn't cool enough to be everything yet.