Pelajaran Pak Supir

Setiap orang adalah guru dan setiap tempat adalah sekolah.

Kemarin, yang menjadi guru saya adalah seorang Supir Taksi yang mengantarkan saya dari Batununggal hingga ke rumah ibu. Dan sekolah saya adalah taksi itu sendiri.

Diawali oleh perbincangan masalah cuaca, berlanjut ke topik kampanye, hasil kinerja para Gubernur, Walikota, dan pejabat pemerintah lainnya. Pak Supir itu kemudian menyinggung hidupnya sendiri.

Sambil menyetir, ia coba putar kembali ingatan tentang masa lalu. Dimana ia pernah tiba di puncak kejayaan materi, diterima di perusahaan penerbangan, paling sukses diantara bersaudara, bekerja dan bahkan bisa menemani Pak BJ Habibie ke istana negara. Bisa berpenghasilan hingga 5 juta/hari. Entahlah, saya hanya mau jadi pendengar. Biarlah Pak Supir ini yang asyik dengan memorinya sendiri.

Hingga ia merasakan "kejatuhan" yang teramat keras. Korban reformasi mungkin. Hampir menegak cairan pembasmi obat nyamuk karena putus asa. Bukan ajal, ia masih hidup sampai sekarang. Namun hal itu yang mengantarkan pada sebuah kesadaran : Hidup ini memang milik Tuhan. Hidup ini pun sudah digariskan olehNya.

Perlahan bangkit, ia bekerja kembali walau penghasilannya takkan pernah menembus kekayaannya dulu. Tapi ia sangat bersyukur, karena sesedikit apapun, itu merupakan hasil kerja kerasnya. Bukan gaji buta, bahkan hasil korupsi. Toh orang kaya banyak juga yang makannya cuma dua kali sehari. Bahkan banyak yang bekerja dan tidak menikmati jerih payahnya itu. Sungguh kini ia begitu memaknai kesederhanaan yang berberkah, ketimbang kaya namun jauh dari iman.

Ia juga berterima kasih kepada Tuhan yang masih mau memberikannya hidayah. Karena tidak sedikit teman-temannya yang masih terperosok dalam maksiat karena tidak adanya petunjuk dari Yang Maha Kuasa. Ia memberikan saya banyak nasehat, yang salah satunya ditekankan bahwa : suatu saat saya pun - sama seperti setiap orang di dunia ini, akan merasakan titik paling bawah dalam roda kehidupan dinilai dari apapun itu. Baik secara fisik maupun tidak. Mungkin masalah karir, keluarga, rumah tangga, atau apa saja. Namun saya harus bersabar, berdoa agar tidak dilarutkan Allah dalam keterpurukan itu, dan yakin bahwa pertolonganNya selalu dekat. Selalu ambil hikmah dibalik masalah yang Allah timpakan kepada kita.

Kata beliau, tirulah Pak Habibie yang tak pernah lepas dari puasa senin-kamis. Saya juga baru tahu itu. Beliau seorang yang sangat berpendidikan, kaya raya, namun dengan iman yang tertancap kuat di dadanya. Bukankah itu sebuah pencapaian menuju hakikat dari Insan Kamil yang sebenarnya?

Jika tidak terhalang oleh jarak, mungkin obrolan ini akan berlangsung lebih jauh. Kami saling mendoakan, semoga suatu saat bisa bertemu kembali karena kata Pak Supir, masih banyak yang ingin ia sampaikan.

Saya bahkan tidak tahu namanya. Terlalu banyak guru yang tak tersebut. Tapi saya yakin, Allah sedang melihat dan biarlah malaikatNya yang mencatat apa yang terjadi. Ia takkan luput dan tak pernah tidur.

Terima kasih, Pak Supir.

2 comments:

Mushlihin said...

Mencerahkan dan inspiratif...

Unknown said...

Alhamdulillah...

Ran Jiecess

Twitter @Jiecess

About

a freelancer who think she isn't cool enough to be everything yet.